Bilal dilahirkan di daerah Sarah kira-kira 34 tahun sebelum hijrah dari seorang ayah yang dikenal dengan panggilan Rabah. Sedangkan ibunya dikenal dengan Hamamah. Hamamah ini adalah seorang budak wanita yang berkulit hitam yang tinggal di Mekkah. Oleh karenanya, sebagian orang memanggilnya dengan nama Ibnu Sauda (Anaknya budak hitam).
Bilal tumbuh di Mekkah dan ia adalah budak milik anak-anak yatim dari Bani Abdid Daar dimana ayah mereka mewasiatkan mereka kepada Umayyah bin Khalaf yang merupakan salah seorang pemuka kafir Quraisy.
Begitu muncul sinar agama baru di Mekkah, dan Rasulullah Saw mengumandangkan kalimat tauhid. Bilal adalah salah seorang yang paling dahulu masuk dalam agama Islam.
Dia telah masuk Islam dan pada saat itu tidak ada orang lain yang masuk Islam selain dia dan beberapa orang lagi yang termasuk As Sabiquna Al Awwalun.
Yang pertama adalah Khadijah binti Khuwailid, Ummul Mukminin. Lalu Abu Bakar As Shiddiq. Ali bin Abi Thalib. Ammar bin Yasir dan ibunya Sumayyah. Shuhaib Ar Rumy. Dan Miqdad bin Al Aswad.
Bilal merasakan penderitaan yang ia rasakan akibat dari ulah kejahatan dan aniaya kafir Quraisy yang tidak dirasakan oleh orang lain. Ia namun mampu bersabar seperti para sahabat Rasul lainnya.
Adapun Abu Bakar As Shiddiq dan Ali bin Abi Thalib memiliki keluarga dan kaum yang dapat melindungi mereka berdua. Sedangkan para budak yang termasuk mustad’afin (orang-orang lemah), maka bangsa Quraisy dapat menyiksa mereka dengan begitu kejamnya.
Kafir Quraisy hendak menjadikan para orang-orang lemah tadi sebagai pelajaran bagi orang yang berani mengaku untuk menyingkirkan para tuhan dan berhala mereka dan menyatakan diri sebagai pengikut Muhammad.
Para mustad’afin ini merasakan penyiksaan yang begitu hebat dari kafir Quraisy. Abu Jahal –Allah menghinakannya- telah berlaku keji kepada Sumayyah. Abu Jahal berdiri di atas tubuh Sumayyah dengan mengucapkan sumpah serapah lalu membunuhnya dengan menancapkan tombak pada tubuhnya yang masuk dari bagian bawah perutnya hingga tembus di punggungnya. Sumayyah menjadi wanita syahid pertama dalam Islam.
Sedangkan para saudaranya yang lain, termasuk Bilal bin Rabah terus menerus mendapatkan penyiksaan dari bangsa Quraisy.
Mereka bangsa Quraisy jika matahari sudah berada pada puncaknya, langit terasa panas, dan pasir kota Mekkah sudah terasa melepuh… para kafir Quraisy ini melepaskan baju kaum muslimin mustad’afin tadi, lalu memakaikan kepada mereka pakaian besi lalu membakar mereka dengan sinar matahari yang begitu terik.
Mereka juga mencambuk punggung kaum mustad’afin tadi dengan cambuk, serta menyuruh mereka untuk menghina Muhammad.
Mereka kaum mustad’afin jika penyiksaan terhadap diri mereka semakin menggila, dan mereka sudah merasa tidak kuat lagi untuk menerimanya. Maka mereka akan menuruti kehendak kafir Quraisy, namun hati mereka senantiasa terpaut kepada Allah dan Rasulnya, kecuali Bilal ra. Dia mampu menahan dirinya dalam mempertahankan Allah Swt.
Yang menjadi penyiksa diri Bilal adalah Umayyah bin Khalaf dan para algojonya. Mereka mendera punggung Bilal dengan cambuk, namun tetap saja Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa).
Mereka menimpakan batu-batu besar pada dada Bilal, namun tetap saja Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa).
Meski mereka sudah menyiksa dengan sekeras mungkin, namun tetap saja Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa).
Mereka berusaha mengingatkan Bilal kepada Lata wal Uzza, namun Bilal malah menyebut Allah dan Rasul-Nya.
Mereka berkata kepada Bilal: “Katakan apa yang kami ucapkan!” Malah Bilal menjawab: “Lisanku tidak dapat mengucapkannya.”
Maka sontak mereka menambahkan penyiksaannya dan semakin gila dalam penganiayaannya.
Umayyah bin Khalaf yang keterlaluan ini bila hendak menyiksa Bilal,maka ia akan mengikatkan sebuah tali besar di leher Bilal lalu menyerahkannya kepada orang-orang bodoh dan anak-anak. Umayyah menyuruh mereka untuk membawa keliling Bilal ke seluruh perkampungan Mekkah serta menariknya ke seluruh dataran yang ada di kota tersebut.
Bilal ra merasakan penyiksaan di jalan Allah dan Rasul-Nya, dan ia selalu mendendangkan ucapannya yang berbunyi: “Ahad, Ahad, Ahad, Ahad!” Dia tidak pernah bosan mengulanginya, dan tidak pernah berhenti mengucapkannya.
Abu Bakar ra pernah berniat untuk membeli Bilal dari Umayyah bin Khalaf. Lalu Umayyah meninggikan harganya dan ia menduga bahwa Abu Bakar tidak mampu untuk membayarnya.
Namun Abu Bakar mampu membayarnya dengan 9 awqiyah dari emas. Umayyah berkata kepada Abu Bakar setelah perjanjian jual-beli ini usai: “Kalau engkau tidak mau mengambil Bilal kecuali dengan 1 awqiyah emas saja, pasti sudah aku jual juga.” Abu Bakar menjawab: “Jika engkau tidak mau menjualnya kecuali dengan 100 awqiyah, pasti aku akan tetap membelinya!”
Begitu Abu Bakar As Shiddiq memberitahukan Rasulullah Saw bahwa dia telah membeli Bilal dan menyelamatkannya dari tangan penyiksa, maka Nabi Saw bersabda: “Libatkan aku dalam pembebasannya, wahai Abu Bakar!” As Shidiq lalu menjawab: “Aku telah membebaskannya, ya Rasulullah.”
Begitu Allah Swt memberikan izin kepada Nabi-Nya untuk berhijrah ke Madinah. Bilal pun termasuk orang yang turut berhijrah ke sana.
Bilal, Abu Bakar dan Amir bin fihr tinggal di Madinah dalam satu rumah. Mereka semua terkena penyakit demam. Kebiasaan Bilal bila sudah terbebas dari penyakit demam, maka ia akan mengangkat suaranya dan mulai menyenandungkan bait puisi dengan suaranya yang merdu. Ia mengalunkan:
Bukan karena syairku, aku tidak bisa tidur malam ini
Di Fakh sementara di sekelilingku terdapat Ikhir dan Jalil111
Apakah suatu hari aku akan dapat mendatangi sumber air Mijannah
Dan apakah aku masih dapat melihat Syamah dan Thafil
Tidak heran bila Bilal merindukan Mekkah dan setiap sudutnya. Sebagaimana ia merindukan semua lembah dan pegunungannya. Sebab disanalah ia merasakan nikmatnya iman. Disanalah ia merasakan penyiksaan manusia hanya demi mencari keridhaan Allah. Dan disana pula ia mampu mengalahkan dirinya dan mengalahkan setan.
Bilal akhirnya menetap di Yatsrib yang jauh dari penyiksaan bangsa Quraisy. Ia mendedikasikan usianya kepada Nabi dan kekasihnya yaitu Muhammad Saw.
Bilal senantiasa turut serta jika Rasulullah Saw melakukan perjalanan. Dan ia pun juga bersama Rasul, tatkala Beliau pulang.
Ia melakukan shalat bersama Rasul, melaksanakan perang jika Rasul melakukannya. Sehingga Bilal seolah menjadi bayang diri Rasulullah Saw.
Saat Rasulullah Saw membangun masjidnya di Madinah, dan adzan mulai disyariatkan, maka Bilal adalah orang pertama yang menjadi muadzin dalam Islam.
Jika ia selesai mengumandangkan adzan, maka ia akan berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Saw dan berkata: “Hayya alas shalah… Hayya alal falah…”
Jika Rasulullah Saw telah keluar dari kamarnya dan Bilal telah melihat Beliau datang, maka Bilal akan mengumandangkan iqamat.
An Najasy raja Habasyah pernah memberikan hadiah kepada Rasulullah Saw dengan 3 tombak pendek yang merupakan barang berharga yang dimiliki oleh para raja. Rasul lalu mengambil salah satu dari tombak tadi, kemudian satunya lagi ia berikan kepada Ali bin Abi Thalib dan satunya lagi ia berikan kepada Umar bin Khattab. Kemudian tombak yang diambil oleh Rasul untuk dirinya diberikan kepada Bilal. Maka tombak tersebut senantiasa dibawa oleh Bilal sepanjang hidupnya.
Bilal selalu membawa tombak tadi pada setiap hari Iedul Fitri dan Iedul Adha. Ia juga membawanya saat shalat Istisqa’. Ia menempatkan tombak tersebut dihadapannya, jika shalat tidak dilaksanakan di masjid.
Bilal turut serta bersama Rasulullah Saw dalam perang Badr. Ia menyaksikan sendiri dengan dua mata kepalanya bagaimana Allah membuktikan janji-Nya, menolong tentara-Nya. Dan ia menyaksikan banyak para kafir Quraisy tewas menemui ajalnya padahal mereka dulu pernah menyiksa Bilal dengan amat keji.
Ia juga melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf mati tertebas pedang kaum muslimin, dan darah mereka mengucur karena tusukan tombak kaum muslimin.
Saat Rasulullah Saw memasuki kota Mekkah untuk menaklukkannya, Beliau didampingi oleh Bilal bin Rabah.
Saat Rasulullah Saw memasuki Ka’bah, Beliau hanya didampingi oleh 3 orang saja, mereka adalah: Utsman bin Thalhah114 sang pemegang kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid orang kesayangan Rasulullah dan anak dari orang kesayangan Beliau, serta Bilal bin Rabah sang muadzin Rasulullah.
Tatkala waktu Zhuhur telah tiba, banyak sekali manusia yang berada di sekeliling Rasulullah Saw. Dan orang-orang kafir Quraisy yang baru masuk Islam secara sukarela atau terpaksa menyaksikan jumlah manusia yang sedemikian banyaknya.
Pada saat itu, Rasulullah Saw memanggil Bilal bin Rabah. Beliau memerintahkan Bilal untuk naik ke atas Ka’bah untuk mengumumkan kalimat tauhid. Maka Bilal pun melakukan perintah tersebut.
Ia mengalunkan Adzan dengan suaranya yang keras.
Maka ribuan leher manusia melihat ke arah Bilal. Ribuan lisan manusia yang mengikuti ucapan Bilal dengan hati yang khusyuk.
Sedangkan mereka yang di dalam hatinya terdapat penyakit merasakan adanya kedengkian dan kebencian yang membuat hati mereka menjadi tercabik-cabik.
Begitu Bilal mengucapkan kalimat berikut dalam Adzannya: “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah” Berkatalah Juwairiyah binti Abu Jahal: “Demi umurku, sungguh Allah Swt telah meninggikan sebutan namamu. Adapun shalat, maka kami akan melakukannya, akan tetapi demi Allah, kami tidak menyukai manusia yang pernah membunuh orang-orang yang kami cintai.” Ayahnya Juwairiyah terbunuh pada perang Badr.
Khalid bin Usaid berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi kemurahan kepada bapakku sehingga ia tidak turut menyaksikan kejadian hari ini.” Bapaknya Khalid telah mati satu hari sebelum terjadinya penaklukan Mekkah.
AlHarits bin Hisyam berkata: “Celaka, andaikan aku sudah wafat sebelum aku melihat Bilal berada di atas Ka’bah.”
Al Hakim bin Abi Al Ash berkata: “Demi Allah, ini adalah musibah besar jika seorang budak Bani Jumah bersuara dari atas bangunan ini.”
Dan bersama mereka terdapat Abu Sufyan bin Harb yang berkata: “Aku tidak akan mengatakan apapun… Sebab kalau aku mengeluarkan satu kata saja dari mulutku, debu-debu ini akan menyampaikan ucapanku tersebut kepada Muhammad bin Abdullah.”
Bilal terus menjadi muadzin Rasulullah Saw selama hidupnya. DanRasul Saw menjadi cinta kepada suara ini yang dahulunya pernah disiksa namun selalu mengatakan: “Ahad… Ahad”
Begitu Rasulullah Saw kembali ke pangkuan Tuhannya. Saat itu waktu shalat telah tiba. Maka berdirilah Bilal untuk mengumandangkan adzan kepada manusia –saat itu Nabi Saw sudah dikafankan namun belum dikubur-, saat ia hendak mengucapkan Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah… ia serasa tercekik, dan suaranya tidak keluar dari kerongkongan. Maka sontak, semua kaum muslimin yang ada pada saat itu menangis, dan mereka semua tenggelam dalam kesedihan.
Kemudian setelah tiga hari sejak hari itu, Bilal kembali mengumandangkan adzan. Namun setiap kali ia sampai pada kalimat Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah, ia menangis dan menangislah semua orang yang mendengarnya.
Pada saat itu, Bilal meminta kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengizinkannya agar tidak mengumandangkan adzan terlebih dahulu karena ia merasa tidak sanggup untuk melakukannya.
Bilal meminta izin kepada Khalifah Abu Bakar untuk turut dalam jihad di jalan Allah dan tinggal di negeri Syam untuk menghadapi musuh.
Abu Bakar menjadi ragu dalam memberikan izin kepada Bilal. Maka Bilal pun berkata kepada khalifah: “Jika engkau telah membeliku untuk kepentingan dirimu, maka tahanlah aku. Jika engkau telah memerdekakan aku, maka biarkanlah aku sesuai kehendak Allah Yang telah membuatmu memerdekakan aku.”
Abu Bakar menjawab: “Demi Allah, aku tidak berniat membelimu, kecuali karena Allah! Aku tidak memerdekakan mu kecuali di jalan-Nya.” Kemudian Bilal berkata: “Aku tidak akan mengumandangkan adzan untuk siapapun setelah Rasulullah wafat.” Abu Bakar berkata: “Engkau berhak untuk itu.”
Bilal berangkat dari Madinah Al Munawarah bersama utusan pertama pasukan muslimin. Dan ia tinggal di Daraya dekat dari Damaskus.
Bilal masih tidak mau mengumandangkan adzan sehingga Umar bin Khattab datang ke negeri Syam yang menjumpai Bilal setelah sekian lama tidak berjumpa.
Umar amat rindu kepada Bilal dan amat hormat kepadanya. Sehingga jika nama Abu Bakar disebut didepannya, maka Umar akan berkata: “Abu Bakar adalah pemimpin kami dan dialah yang telah memerdekakan pemimpin kami (maksudnya adalah Bilal).”
Pada saat itulah para sahabat mendesak Bilal untuk mengumandangkan adzan dihadapan Umar Al Faruq.
Begitu suara Bilal berkumandang, Umar serta-merta meneteskan air mata, dan semua sahabat yang ada pada saat itu turut menangis, sehingga bulu janggut menjadi basah oleh air mata.
Bilal telah berhasil membangkitkan kerinduan mereka kepada Madinah.
Sang pengumandang adzan ini terus tinggal di Damaskus sehingga menjumpai ajalnya di sana. Istrinya setia mendampingi Bilal saat menjelang maut sambil berkata: “Duh, kasihannya!” Dan Bilal membuka kedua matanya setiap kali istrinya berkata demikian, dan ia berkata: “Alangkah gembiranya!”
Kemudian Bilal melepaskan nafas terakhirnya sambil melantunkan: “Besok kita akan berjumpa dengan para kekasih, yaitu Muhammad dan para sahabatnya… Besok kita akan berjumpa dengan para kekasih, yaitu Muhammad dan para sahabatnya.”
Untuk merujuk profil Bilal bin Rabah lebih jauh silahkan melihat:
1. Al Ishabah: 1/165 atau Tarjamah 736
2. Al Istiab dengan Hamisy Al Ishabah: 1/141
3. Usudul Ghabah: 1/206
4. Tahdzib At Tahdzib:1/502
5. Tajrid Asma As Sahabah: 1/59
6. Al Jam’u baina Al Rijal Al Shahihin: 1/60
7. Hilliyatul Auliya: 1/147
8. Shifatus Shafwah: 1/171
9. Siyar A’lam An Nubala: 1/251
10. Ibnu Katsir: 7/102
11. Tarikh Al Islam karya Al Dzahaby: 2/31
12. Al A’lam wa Tarajumuhu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar